Senin, 29 November 2010

Ingat Pesan Bung Karno: Jas Merah

Saat kita duduk dibangku sekolah dulu,pelajaran sejarah bagi kami adalah pelajaran yang sangat membosankan. Selain terlalu banyak hafalannya, terkadang kita berpikir bahwa sejarah adalah sesuatu masa yang telah kita lewati.
Saat kami menulis artikel Dusta 98, yang bercerita tentang sejarah bangsa Indonesia mulai dari kerajaan Singosari hingga runtuhnya rezim orde baru dan berganti dengan suatu era yang kita kenal dengan era Reformasi atau pembaruan. Pada kolom komentar yang ditulis oleh seorang kompasianer,mengatakan, kata Bung Karno Jas Merah!
Kami jadi teringat, kata-kata Bung Karno kepada rakyat Indonesia pada setiap pidatonya, “Jangan sekali-kali melupakan sejarah” yang akhirnya dikenal istilah “JAS MERAH”.
Pada saat itu Bung Karno mengatakan kepada rakyat Indonesia bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai jasa pahlawannya, tentunya masyarakat dapat mengenang perjuangan pahlawannya melalui SEJARAH BANGSANYA.
Pepatah mengatakan, bahwa “Pengalaman adalah guru yang terbaik”, sering kita dapat menyelesaikan suatu masalah, melalui pengalaman. Contoh : suatu dokter dalam menyembuhkan pasiennya. Tentunya sebelum memberi obat, dokter tersebut menganalisa penyakit si pasien dengan pengalamannya dan juga tidak lepas dari referensi sejarah penyakit tersebut,yang didapat dari dokter-dokter sebelumnya.
Sejarah sangat diperlukan seseorang, Karena itu sejak sekolah dasar kita selalu diajari sejarah untuk mengenal berbagai peristiwa didunia, baik ekonomi, politik, budaya, sejarah perjuangan pahlawan kita, sejarah perkembangan teknologi, dan sejarah kehidupan manusia.
Tetapi sangat disayangkan dalam perkembangannya di Indonesia sejarah selalu dibelokkan bahkan dikaburkan. Tenggoklah kebelakang peristiwa Gerakan 30 September, Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar, hingga saat ini berita kebenaran siapa dalang dari pengkhianatan bangsa tersebut masih kabur. Juga keaslian Supersemar hingga kini masih misteri.
Kami sangat yakin jika “Jangan sekali-kali melupakan sejarah” yang dikatakan oleh Bung Karno adalah BENAR.
Mari kita simak peristiwa jatuhnya presiden Soeharto dan tumbangnya rezim orde baru, yang disebabkan oleh kacaunya perekonomian kita saat itu yang diakibatkan oleh serangan “Badai Krisis Moneter”. Suatu kesalahan yang dibuat oleh pemerintah orde baru dengan menaikkan harga bahan bakar minyak dari 800,- menjadi 1200,- walau pada akhirnya diturunkan lagi menjadi 1000,- pada saat krisis ekonomi, ditengah tingginya tingkat inflasi, Bank Indonesia sebagai bank sentral tidak mampu menjaga nilai tukar mata uang rupiah yang terus melemah, dan pemerintah saat itu juga tidak mampu menahan kenaikkan harga bahan pokok, menyebabkan terjadinya demostrasi besar-besaran yang dilakukan mahasiswa.
Sebagian besar masyarakat kita mengatakan bahwa tragedi Mei 1998, adalah karma presiden Soeharto terhadap Bung karno!
Sejarah mencatat, turunnya Bung Karno pada tahun 1966 juga dikarenakan kacaunya perekonomian bangsa kita saat itu, desakan dari elemen mahasiswa (baca=angkatan 66) dengan Tritura (tiga tuntutan rakyat), yang menuntut Bung Karno segera mundur dari jabatannya.
Pepatah mengatakan “siapa yang menabur, bakal menuainya”!
Bandingkan era reformasi, pemerintah saat ini (baca=pemimpinnya) sungguh-sungguh telah belajar sejarah. Tenggok saja kenaikkan harga bahan bakar minyak sampai tiga kali kenaikkan dari 2.000 ke 4.500,- dan 6.000,- tapi pemerintah ini aman-aman saja dari gejolak demonstrasi.
Karena pemerintah (baca=pimpinannya) pandai dan mengerti karakter rakyat kita, disaat menaikkan harga bahan bakar minyak dengan dalih mencabut subsidi BBM yang selama ini hanya dinikmati oleh sebagian besar masyarakat dari kalangan menengah keatas dan dialihkan anggaran tersebut untuk program Bantuan Langsung Tunai ( BLT), yang menyebabkan sebagian rakyat berani menjadi benteng pemerintah untuk melawan gejolak demonstrasi yang akan dilakukan mahasiswa. Disini kami mengamati bahwa politik Adu Domba dan taktik memecah persatuan bangsa oleh penjajah Belanda sengaja diterapkan pemerintah saat ini.
Di saat itu pula konfrontasi dengan negara tetangga malaysia, karena dari masalah sepele seperti budaya khas kita seperti batik, reog, dan lagu-lagu nasional, hingga yang terbesar adalah kasus Ambalat (baca=perebuatan pulau Ambalat), menjadikan rakyat kita terlecut emosinya untuk bersatu-padu mendukung Ganyang Malaysia, seperti ketika tahun 1964 yang dilakukan oleh Presiden Soekarno.
Peristiwa ini mengingatkan kami pada tahun 1965-1966,bagaimana rakyat kita sangat membenci PKI (baca=Partai Komunis Indonesia) yang diyakininya telah melakukan pengkhianatan terhadap bangsa ini, hingga terjadinya pertumpahan darah antar anak bangsa.
Dalam pandangan kami pemerintah (baca=pimpinan saat ini), sangat mengerti karateristik rakyat kita, persatuan dan kesatuan akan terbentuk (baca=muncul) jika negara ini dilecehkan (baca=dijajah) martabat atau harga diri bangsanya.
Ingat peristiwa pertempuran Surabaya, Bandung Lautan Api, Serangan Umum 1 Maret di Jogja, sebagai bukti kalau sebenarnya rakyat kita tidak ingin dijajah dan ingin merdeka.
Anehnya disaat menjelang pemilihan umum 2009 yang lalu bahan bakar minyak (BBM) yang dari harga 6.000,- diturunkan kembali menjadi 4.500,-. Pegawai Negeri Sipil, Militer, Polisi, bahkan pensiunan, ramai-ramai mendapatkan 1 kali gaji atau yang dikenal dengan gaji ke-13.
Pesan kami, gunakanlah sejarah (ilmu) tersebut untuk kebaikan umat, perkembangan teknologi, dan membantu sesama, saudara-saudara saat ini yang sedang membutuhkan uluran tangan pertolongan.
Salam perjuangan.

tanks @fajar harianto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar